- Agustus 8, 2024
Lewat Ngobras, Kementan Jabarkan Nilai Tambah Hasil Perkebunan
JAKARTA – Kebijakan dan program Kementerian Pertanian (Kementan) tidak hanya berhasil meningkatkan produksi, tetapi juga meningkatkan nilai ekspor. Hasilnya, Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dapat membangun perubahan yang membanggakan.
Kementan terus mendorong pertumbuhan ekspor khususnya hasil perkebunan. Selain itu, Kementan juga meluncurkan program pemberian bibit unggul sebesar 500 juta batang dalam kurun lima tahun ke depan.
Bibit Bun-500 itu diyakini akan menumbuhkan nilai ekspor di sektor pertanian dari komoditas perkebunan. Tentunya hal ini berharap, selain penumbuhan ekspor yang tinggi akan berdampak terhadap pendapatan petani. Bahkan, Mentan Amran memperkirakan pendapatan petani dengan adanya Bun 500 bisa meningkat Rp 1.000 triliun per tahun.
Untuk mencapai pertumbuhan ekspor perkebunan yang lebih ekspansif, Kementan melakukan identifikasi terhadap sejumlah komoditas ekspor perkebunan yang diminati pasar global. Adapun bibit unggul pilihan yang diprioritaskan antara lain kopi, lada, cengkeh, pala, kakao, karet, kelapa dalam, tebu, teh,dan jambu mete.
Menurut Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian (BPPSDMP), Dedi Nursyamsi mengatakan bahwa komoditas perkebunan merupakan komoditas yang mengharumkan nama bangsa karena merupakan komoditas ekspor.
“Komoditas perkebunan harus memenuhi skala ekonomi, luasan tanah perkebunan, kita harus bersaing dengan negara tetangga”, ujar Dedi Nursyamsi.
Dedi mengatakan bahwa pembangunan pertanian di mulai dari benih dan bibit yang unggul dan juga bibit berkualitas.
Pada acara Ngobrol Asyik (Ngobras) volume 24, Selasa (06/08/2024) bertemakan Pengolahan Hasil Perkebunan Untuk Peningkatan Nilai Tambah, dengan narasumber dari Direktorat PPH Perkebunan, Ditjen Perkebunan, Nurhidayah Didu.
Didu mengatakan bahwa perkebunan merupakan subsektor yang berkontribusi tinggi terhadap perekonomian nasional. Selain sebagai sumber devisa negara, sumber pendapatan petani, penciptaan lapangan kerja dan terbentuknya pusat-pusat pertumbuhan ekonomi serta mendorong agribisnis dan agroindustri.
“Adapun nilai tambah atau value added pertambahan nilai suatu komoditas karena mengalami proses pascapanen, proses pengolahan, pengangkutan atau penyimpanan dalam suatu produksi”, ujar Didu.
Selain itu, analisis nilai tambah juga dapat digunakan untuk mengitung faktor konversi. Yautu dengan cara membuat perbandingan antara jumlah kebutuhan bahan baku dan jumlah produk yang dihasilkan serta membuat perbandingan antara hasil dengan bahan yang dipakai”, ungkapnya.
Didu menambahkan bahwa pascapanen perkebunan merupakan tahap penanganan hasil tanaman perkebunan segera setelah pemanenan dan pengolahan hasil perkebunan. Ini merupakan serangkaian kegiatan tahap lanjutan dari proses pascapanen, mengolah hasil tanaman perkebunan menjadi produk olahan untuk memenuhi standar mutu produk dan mempunyai nilai tambah yang tinggi.
Terakhir, beberapa komoditas tanaman perkebunan yang diolah lebih lanjut dan menghasilkan nilai tambah. Diantaranya adalah kopi, kakao, kelapa, pala, lada, sagu, teh, lada dan pala. Sedangkan hasil olahan produk perkebunan yaitu kopi bubuk, coklat bubuk, coklat batang, minyak kelapa, gula semut, tepung dan lain-lain, imbuhnya. (HV/NF)